Sabtu, 23 Juli 2016

Meraih Kemuliaan Diri Insani

Gambar: http://bersamadakwah.net/
Seorang pimpinan organisasi memiliki fungsi kepemimpinan seperti, merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan dan mengendalikan organisasinya. Jika pimpinan tersebut tidak bisa menjalankan fungsinya, maka ia tidak pantas menduduki posisi tersebut. Ia lebih pas berada pada posisi anak buah saja. Setiap orang memang mempunyai peluang yang sama untuk menduduki posisi pimpinan, tetapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Pada kasus ini, kecakapan dalam memimpin adalah merupakan syarat penting bagi seorang pemimpin. Maka, hanya orang-orang yang memenuhi syarat saja yang layak menjadi pemimpin.

Manusia memiliki kelebihan dan kekurangan yang ditentukan oleh kadar masing-masing. Jika dilihat dari sisi kemakhlukan, sejatinya manusia (demikian juga semua makhluk lainnya) sangat lemah. Namun tidak banyak orang yang menyadari kelemahan ini.

Coba sekarang Anda hitung kelebihan apa yang Anda miliki secara tepat! Bisakah? Atau, coba Anda evaluasi, apakah keadaan Anda sebagai manusia menjadi seperti saat ini karena peran Anda sendiri? Tentu tidak, bukan? Lalu, siapakah yang paling dominan? Andakah? Ternyata juga bukan Anda. Keberadaan Anda hingga menjadi seperti saat ini telah melibatkan amat banyak pihak yang justeru mungkin tidak pernah Anda cermati.

Sekali lagi, coba Anda renungkan pertanyaan berikut. Bisakah Anda menceritakan secara detil apa yang Anda lakukan tiga puluh hari yang lalu pada jam ini? Tentu sangat sulit, bukan? Baiklah, saya persingkat. Bisakah Anda menceritakan secara detil apa yang Anda lakukan kemarin pada jam seperti sekarang ini? Ternyata juga masih sulit untuk mengingatnya. Jika untuk kurun waktu lima menit yang lalu, mampukah Anda menceritakan secara detil apa yang telah Anda lakukan? Pada saat itu sedang menghadap ke mana, posisi duduk seperti apa, apa yang Anda pegang, apa yang Anda pikirkan dan sebagainya secara detil? Ternyata juga tidak bisa.

Kita tidak mamapu mengingat apa yang terjadi di masa lalu secara detil. Apalagi kejadian di masa depan, kita tidak akan tahu. Apa yang akan terjadi pada diri kita besuk pagi, juga tidak tahu. Kendati kita sudah merencanakan dengan cermat apa yang akan kita lakukan besuk, kita tidak bisa memastikan apakah akan terlaksana besuk pagi.

Hal yang kecil saja kita tidak tahu, apalagi yang besar. Dimensi yang amat besar di alam semesta yang belum diketahui seberapa luasnya, tentu sangat jauh dari jangkauan pengetahuan kita. Jika kita serba tidak tahu, bahkan terhadap diri kita sendiri, bagaimana mungkin kita mengetahui apa yang baik atau buruk bagi diri kita? Bagaimana mungkin kita bisa mengatur diri kita dengan benar hanya berdasarkan persepsi kita sendiri?

Perilaku Manusia

Wawan dan Dewi (2010) dalam buku Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia, telah menguraikan perilaku manusia. Perilaku manusia adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau tindakan yang dapat diamati dan memiliki frekuensi spesifik, durasi dan tujuan, baik disadari maupun tidak.

Tentunya hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: pengetahuan, persepsi, harapan, pengaruh lingkungan dan sebagainya. Persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri dan Tuhannya akan membentuk perilaku tertentu.

Jika orang memiliki persepsi bahwa dirinya adalah hebat dan yang lain lemah, maka akan berperilaku sok hebat. Ketika orang berpersepsi bahwa Tuhan itu seperti manusia (bisa makan, minum, sedih dan dendam), maka ia akan memerlakukan Tuhan seperti manusia. Tuhan harus mengerti tentang diri manusia dan seharusnya menyesuaikan dengan kepentingan manusia. Tuhan dipaksa harus menuruti egoisme manusia, bukan bukan manusia yang menyesuaikan dengan kehendak Tuhan.

Itulah sebabnya, karena orang berpersepsi bahwa dirinya serba tahu, maka ia tidak mau diatur oleh Tuhan. Ia menuntut untuk mengatur dirinya sendiri karena beranggapan telah memiliki konsep yang paling baik. Maka, nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dari Tuhannya cenderung untuk ditolak. Mereka beranggapan bahwa Tuhan tidak boleh mengurusi kepentingan manusia. Biarkan manusia mengatur dirinya sendiri.

Ketika manusia mengatur dirinya sendiri, maka baik, buruk, benar dan salahnya diukur terhadap kepentingan nafsunya. Bagaimana mungkin makhluk yang serba lemah ini bisa mengatur dirinya dengan baik dan benar? Tentu tidak bisa, bukan?

Nilai Tuhan

Parameter baik atau buruk, benar atau salah dan mulia atau hina haruslah ada, agar manusia bisa memosisikan dirinya dengan pasti. Tentunya parameter itu tidaklah mungkin diserahkan kepada manusia itu sendiri. Bukankah kita sudah mengetahui kelemahan manusia? Maka, yang layak menentukan parameter itu adalah Dia, Tuhan yang menciptakan manusia dan alam semesta ini. Dialah yang tahu bagaimana seharusnya manusia itu diatur agar menjadi baik dan berbahagia.

Manusia bisa mengikuti parameter yang tepat jika ia bisa memahami eksistensi dirinya dengan benar. Hanya orang yang memahami bahwa dirinya adalah seorang hamba Allah, maka ia bisa memosisikan dirinya sebagai makhluk manusia yang seharusnya sebagai manusia. Dengan demikian eksistensi dirinya sebagai manusia menjadi jelas. Dengan kejelasan itulah terletak kemuliaannya. Kemuliaan dirinya bukan ditentukan oleh persepsi egoismenya, melainkan oleh sejauh mana ia tunduk kepada aturan-aturan Tuhannya.

“Sungguh orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.” (QS. Al Hujuraat [49]: 13).

Maka, raihlah kemuliaan itu dengan bukti ketundukan kepada ketentuan-Nya. Semoga Allah memberi kekuatan. Aamiin. Wallahu a’lam.



Ngudi Tjahjono, Malang (22 Juli 2016)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar